Sabtu, 18 Juni 2016

RESISTENSI ANTIBIOTIKA, SEJAUH MANA YANG KITA TAHU ?

Antibiotic-resistant-bacteria
Sumber http://sustainablepulse.com/

Sebagai masyarakat awam, tentu kita sering acuh terhadap permasalahan kesehatan. Karena jujur kita nggak memiliki background kesehatan yang cukup, ya ato nggak?? Paham sih, tapi tidak begitu dalam, karena memang sebagian kita suka baca, berkat smartphone ya kan?? Okay, untuk mengenal lebih jauh mengenai penggagasan wacana penggunaan Antibiotik secara bijak maka kita perlu tahu, poin-poin penting dari Infeksi, prevalensi (angka kejadian) infeksi, kegunaan penggunaan antibiotik, akibat penggunaan antibiotik yang kurang bijak. Berikut sedikit ulasan ringkas dari berbagai sumber, agar kita semua peduli terhadap dunia kesehatan di masa mendatang. Karena untuk menjadi pribadi yang bermanfaat adalah mereka yang peduli terhadap generasi masa depan. Check this out..!
Penyakit infeksi adalah salah satu penyebab meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas secara signifikan, khususnya pada individu yang mudah terserang penyakit, dengan daya tahan tubuh yang rendah, serta masyarakat dengan ekonomi rendah (McPhee et al, 2000). Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme, mencapai sekitar 25% dari angka kematian di dunia. Di negara berkembang, angka kejadiannya adalah 25% dari jumlah kematian. Tahun 2000, di Amerika Serikat  penyakit yang disebabkan oleh infeksi ada di urutan ke empat yang mengakibatkan kematian (Cook et al, 2006)
Penyakit infeksi juga salah satu masalah kesehatan terbesar di Indonesia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri juga dapat menyebabkan penyakit infeksi. Infeksi terbanyak (18%) terutama pada anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah infeksi saluran nafas akut. Dari infeksi saluran nafas akut tersebut sebagian berasal dari komunitas (Community Acquired Pneumoniae) dan sebagian lagi dari rumah sakit (Hospital Acquired Pneumoniae) (Mulholland, 2005). Sedangkan berdasarkan penelitian, angka kejadian infeksi nosokomial pasien rawat inap di bangsal bedah adalah pada rentang 5,8%-6% dan angka infeksi nosokomial pada luka bedah adalah 2,3%-18,3%  (Hermawan, 2007). Selain itu, persentase angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD dr. Pirngadi Medan pada tahun 2006 sebesar 32,16% (Nasution, 2008). 
Masalah yang terkait saat ini adalah meningkatnya kekhawatiran akan tidak efektifnya obat pada pasien dengan infeksi bakteri (cook et al, 2006). Berdasarkan hasil penelitian pola kepekaan kuman terhadap antibiotik di ruang rawat intensif rumah sakit Fatmawati Jakarta tahun 2001-2002, bahwa pola kepekaannya menunjukkan kuman patogen yang diteliti (Pseudomonas sp. Klebsiella sp. Escherichia coli, Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus) mempunyai resistensi tertinggi terhadap ampisilin, amoksisilin, penisilin G, tetrasilin dan klorampenikol (Refdanita et al, 2004). Hal ini menjadi permasalahan baru dalam dunia kesehatan, oleh karena itu perlu kita ketahui tentang penggunaan antibakteri untuk dapat mengatasi permasalahan bakteri yang resisten terhadap antibiotik/antimikroba. 

Apa resistensi antimikroba?

Sering kita dengar ya kalo saat kita ke dokter, atau apotek, si dokter/ si apoteker bilang kalau minum antibiotik harus dihabiskan ya. Sebenernya kenapa harus dihabiskan? Kenapa demikian?, kita sebagai orang awam pasti penasaran, yuk kita belajar apa itu resistensi antibiotik/antimikroba. Resistensi bakteri adalah dimana suatu obat antibiotik yang sudah tidak dapat menghambat atau membunuh perumbuhan bakteri patogen/bahaya. 

Perlu kita tahu, bahwa bakteri dan mikroba lainnya yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan menjadi semakin resisten terhadap obat yang sebelumnya efektif. Hal ini berpotensi menjadi masalah besar. WHO menyatakan bahwa kita sedang menuju "era pasca-antibiotik dimana infeksi umum dan luka ringan, yang tadinya dapat diobati selama puluhan tahun, namun pada era ini dapat membunuh pasien". Seorang pakar kesehatan menjelaskan resistensi terhadap antibiotik sebagai "tsunami yang sunyi, pilar runtuh yang di atasnya telah dibangun pengobatan modern".

Mengapa kita harus peduli dengan resistensi bakteri?

Menurut pendapat rektor Inggris, George Osborne, “resistensi antimikroba akan menjadi “ancaman yang lebih besar bagi umat manusia dari pada kanker" apabila tanpa adanya tindakan global.”

Apakah Osborne benar?

Jika upaya untuk mengekang resistensi antimikroba gagal, jumlah orang yang meninggal setiap tahun dari infeksi yang resistan terhadap obat bisa meningkat menjadi 10 juta pada tahun 2050. Hal ini akan melampaui 8,2 juta kematian per tahun disebabkan oleh kanker. Dame Sally Davies, direktur medis Inggris, mengatakan ancaman itu begitu serius. Itu harus ditambahkan oleh pemerintah sebagai daftar risiko nasional keadaan darurat sipil.

Apa perbedaan antara resistensi antimikroba dan resistensi antibiotik?

resistensi antibiotik adalah istilah sempit mengacu pada resistensi terhadap antibiotik untuk penyakit berbasis bakteri seperti tuberkulosis dan infeksi rumah sakit seperti MRSA. Resistensi antimikroba lebih luas meliputi infeksi yang disebabkan oleh mikroba lain seperti parasit yang menyebabkan malaria, HIV, dan jamur yang menyebabkan candida.

Bagaimana resistensi dapat terjadi?

Perkembangan strain resisten merupakan konsekuensi tak terelakkan dari seleksi alam. Ini terjadi ketika DNA bermutasi dalam mikro-organisme dan ketika sifat tahan dipertukarkan di antara mereka. Ahli obat David Cox menjelaskan apa yang terjadi pada tingkat molekuler, yak ni mutasi tersebut dapat mencegah antibiotik memasuki sel bakteri, mengubah molekul target sehingga mereka tidak mengikat antibiotik lagi, atau meningkatkan efisiensi mekanisme penghabisan dalam bakteri yang memungkinkan untuk hanya memompa obat keluar lagi . Gen tertentu, jika diperoleh, secara aktif dapat menurunkan antibiotik, membatasi efektivitas mereka setelah mereka sudah memasuki sel.

Mengapa hal ini dianggap sebagai masalah?

Infeksi yang disebabkan oleh tahan mikro-organisme, yang tidak merespon pengobatan normal, mengakibatkan penyakit lebih lama dan lebih berisiko kematian. Oleh karena itu permasalahan ini juga meningkatkan biaya kesehatan dengan pengobatan lebih mahal dan perawatan jangka panjang juga diperlukan.

Apa bukti bahwa permasalahan ini semakin buruk?

Infeksi yang resistan terhadap obat dapat membunuh sekitar 700.000 orang di seluruh dunia setiap tahun. Penelitian dalam beberapa penyakit fatal umumnya menunjukkan prevalensi luas dari strain yang resistan terhadap obat. Strain diobati dari penularan seksual -infection gonore telah terdeteksi di beberapa negara, termasuk strain yang sangat resistan terhadap obat di utara Inggris. Resistan terhadap obat TBC telah ditemukan di lebih dari 100 negara. Obat anti malaria yang ditemukan tidak memiliki efek pada strain malaria di wilayah Greater Mekong Asia Tenggara. Dan ketahanan pretreatment untuk terapi antiretroviral digunakan terhadap HIV telah ditemukan setinggi 22% di beberapa daerah.

Mengapa semakin parah?

Penyalahgunaan dan overprescription (over dalam peresepan obat) obat antimikroba, termasuk dalam pertanian, mempercepat evolusi strain yang resistan terhadap obat. Penggunaan antibiotik telah meningkat sebesar 36% dalam dekade terakhir tetapi tidak ada kelas obat baru. Hal ini telah ditemukan sejak 1980-an.

Mengapa obat baru tidak dikembangkan?

Sebagai bagian dari rencana aksi global terhadap resistensi antimikroba, WHO ingin memproduksi kelas baru antibiotik dalam pembangunan pada 2019. Tapi obat baru membutuhkan waktu dan uang untuk mengembangkan dan analis. Sebuah review 2015 mengenai resistensi antimikroba, ditemukan bahwa wacana ini lebih sering menguntungkan bagi perusahaan farmasi untuk pengembang obat yang ditujukan untuk penggunaan jangka panjang, seperti obat untuk mengobati diabetes atau penyakit jantung, daripada antibiotik, yang biasanya digunakan untuk beberapa hari.

Apa yang bisa petani dan industri daging lakukan untuk membantu?

Para ahli percaya penggunaan obat pada hewan ternak memiliki keterkaitan, melalui rantai makanan, dengan penyebaran infeksi tahan antimikroba (resistensi antimikroba) pada manusia. Industri daging telah menghadapi peningkatan tekanan, baik dari masyarakat maupun dari sektor swasta, untuk phase out penggunaan rutin antibiotik. Selain itu industri ternak juga mengumumkan akan mulai menawarkan ayam yang dipelihara tanpa menggunakan antibiotik. Perusahaan ternak mengakui bahwa adanya ancaman yang berlebihan pada penggunaan antibiotik bagi kesehatan manusia. Hal ini dapat dijadikan komitmen untuk menghilangkan antibiotik dari semua produk daging ayam, kalkun, daging sapi pada tahun 2025. Resto makanan cepat saji lain juga ikut memberlakukan kebijakan serupa. McDonald baru-baru ini mengumumkan akan memulai mendapatkan ayam yang diternak tanpa antibiotik. 


Apa yang bisa kita lakukan untuk menghidari resistensi antimikroba ?

Jika Anda diresepkan antibiotik, maka jangan pernah berbagi obat dengan yang lain, atau menggunakan obat sisa peresepan. Pemerhati kesehatan khawatir dengan tersedianya antibiotik untuk obat swamedikasi di banyak negara. WHO mengatakan bahwa obat antimikroba seharusnya hanya digunakan dengan peresepan dokter.

Haruskah dokter membatasi peresepan antibiotik ?

Benar sekali. WHO mendesak dokter hanya untuk meresepkan antibiotik jika benar-benar diperlukan. Di Inggris, Institute Nasional for Health and Care Excellence telah memperingatkan bahwa lebih dari 20 % dari resep yang dikeluarkan untuk antibiotik - atau sekitar 10m - cenderung tidak perlu.

SITASI

Pharmacy Times Magazine

Cook, F.L., and Kevin, F.C., 2006. Deadly Desease and Epidemics Staphilococcus aureus. Philadelphia: Chealsea House Publisher.

McPhee, J. B., Lewenza, S., and Hancock, R. E. 2003. Cationic antimicrobial peptides activate a two-component regulatory system, PmrA-PmrB, that regulates resistance to polymyxin B and cationic antimicrobial peptides in  Pseudomonas aeruginosa. Mol. Microbiol. 50, 205–217.

Hermawan, A. G. 2007. The Role of Cefepime: Empirical Treatment in Critical Illness.  Diunduh pada tanggal 31 Desember 2014 dari http://www.DexaMedia/publication_upload0706430655000118093134  5DexaMedia/edisi/april-jun2007.pdf.

Nasution, D.E., 2008. Pengaruh Motivasi Perawat Terhadap Tindakan Perawatan Pada Pasien Pasca Bedah di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan. Diunduh tanggal 28 Desember 2014 dari http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6702/1/09E00173.pdf

Mulholland, A., Bacterial infections - A major cause of death among children in Africa. NEJM 2005; 352:75-7.

6 komentar:

  1. Hy my name umery..can you translate to english?

    BalasHapus
    Balasan
    1. you can translate it into google translate, or other tools. if u have any Question about this, u can contact me (mufida.nabila@gmail.com) i am open for any questions.

      Hapus
  2. bagaimana cara apoteker menekan resistensi antibiotik? sedangkan obat tersebut fastmoving?haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hendaknya apoteker tetap dan konsisten dalam menerapkan assesment dan KIE terhadap penggunaan antibiotik kepada pasien. Selain itu, apoteker juga bisa melakukan monitoring sebagai tool untuk memastikan antibiotik telah digunakan secara benar.

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Sebagai orang awam enaknya gimana menyikapi dokter yg selalu memberi antibiotik , meskipun sakitnya hanya batuk pilek?

    BalasHapus

Label